Empathy Overload

Malam lalu ada suatu istilah yang menarik perhatianku yaitu "Empathy Overload". 


Sebelum membahas itu, mungkin kita mulai dari empati dulu ya. Empati sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk bisa memahami atau merasakan apa yang dialami orang lain dari sudut pandang orang lain tersebut atau menempatkan diri di posisi orang lain. 


Seseorang yang punya empati tinggi bisa memahami dan merasakan emosi yang sedang dirasakan orang lain atas kondisi yang dialami seolah seperti terduplikasi ke dirinya. Sehingga empati membuat kita bisa mendengarkan apa yang orang lain ceritakan tanpa menghakimi.


Pertanyaan lain yang muncul, kalau misal merasa kasihan pada orang lain apakah itu empati atau bukan? Menurutku berbeda, kita merasa "kasihan" muncul dari penilaian hasil membandingkan dengan suatu yang lain dari sudut pandang diri kita, sehingga muncul "kasihan". Sedangkan empati lebih kepada ikut merasakan apa yang dirasakan dan dialami orang lain. Oleh karena ikut merasakan yang dirasakan orang lain sehingga memahami kondisi orang lain dan respon yang seringkali muncul ketika orang lain bercerita tentang apa yang sedang dialaminya adalah memberitahu kepada orang lain tersebut kalau dia tidak sendirian, memberi ruang untuk berbagi perasaan, dan mendengarkan (bukan untuk menilai).


Balik ke topik utama.
Jadi "Empathy Overload" itu apa?


Kalau diartikan dalam bahasa Indonesia mungkin semacam empati yang berlebihan. Kita bisa mengalami empathy overload ketika kita terkena dampak negatif setelah memberikan dukungan emosional kepada orang lain, melibatkan trauma sekunder dimana empati dan kepedulian kita terhadap orang lain menyebabkan kita memiliki gejala emosional dan fisik yang negatif dan berkelanjutan.


Hal ini merupakan proses bawah sadar dimana kita menjadi terhubung dengan tekanan atau trauma orang lain. Dengan kata lain, karena empati membuat kita membuka diri untuk terhubung dengan apa yang terjadi pada orang lain dan perasaan orang lain, secara tidak sadar juga akan menyerap informasi yang bersifat traumatis.


Gejala yang terjadi ketika kita mengalami empathy overload bisa macam-macam. Ada yang mengalami mati rasa secara emosional (Emotional Numbness). Ada juga yang mengalami gejala fisik yang berpengaruh pada nafsu makan, kelelahan, sakit kepala, atau sistem kekebalan tubuh. Ada lagi yang menjadi mudah tersinggung, cemas, dan kesulitan tidur.


Memiliki empati yang tinggi adalah suatu kebaikan dan anugerah yang diberikan oleh Tuhan. Namun jangan lupa untuk berempati secara sadar ya, yang artinya bahwa kita tahu kapan saatnya untuk bersih-bersih batin dan bagaimana mengatasinya jika sudah dirasa penuh sebelum overload. Dari pengalaman pribadiku, kalau sampai overload akan jadi yang namanya "bocor". Kalau sudah sampai "bocor", batin akan menjadi chaos dan membutuhkan usaha lebih untuk bersih-bersih dan mengembalikan ke semula. Jadi.. perlu untuk berlatih menyadari alarm yang diberikan oleh tubuh sebagai tanda bahwa sudah saatnya bersih-bersih.


Buat teman-teman yang ingin berbagi cerita, tidak perlu khawatir terkait hal ini ya, memang nature-nya seperti ini tapi bisa di-manage dengan kesadaran kok. Justru merasa berterima kasih karena teman-teman sudah mau terbuka untuk berbagi cerita dan apa yang dirasakan. :)



Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.