Ingin Menjadi Manusia seperti Apa?

Berangkat dari pertanyaan, 

“ingin menjadi manusia yang seperti apa?”


“Menjadi manusia saja, tidak ada embel-embelnya,” jawabku.

“Yakin?”

“Menjadi “manusia” saja tidak mudah, mau menjadi manusia yang seperti apalagi?" jawabku kembali.

Memang lebih mudah menjadi “manusia yang seperti…” dibanding menjadi “manusia”, sehingga seringkali akan lebih memilih mengejar menjadi “yang seperti…” dibanding cukup menjadi manusia.

Dan tidak semua orang bisa kuat berada dalam gelap untuk bertemu yang ada disana. Bukannya tidak kuat. Belum saja.

Sehingga,
lebih sering ingin bertemu yang berada dalam terang, karena bagi sebagian orang, rasanya lebih nyaman. Yang tidak nyaman seringkali disembunyikan, diabaikan, dan dibiarkan di pojok gelap. Sendirian dan ditolak keberadaannya. Kasihan ya..

Sedangkan di dalam diri manusia itu ada gelap dan terang. Gelap dan terang disini analogi terkait emosi/perasaan yang tidak nyaman dan nyaman.
Emosi yang utuh.

Menyadari dan memahami bahwa “manusia” diberikan kapasitas oleh Tuhan untuk bisa merasakan spektrum emosi yang ada, baik emosi yang rasanya nyaman maupun tidak nyaman.

Tugasnya sederhana, hanya memberi ruang dan mengakui keberadaan berbagai emosi/perasaan yang muncul di dalam diri. Termasuk emosi-emosi/perasaan-perasaan yang tidak nyaman seperti contohnya sedih, rendah diri, kecewa, marah, insecure, tidak dicintai, diabaikan, cemas, dan lain-lain.

Tapi,
yang “sederhana” ini seringkali justru tidak mudah dilakukan.

Setidaknyamannya emosi/perasaan tersebut, mau tidak diakui bagaimanapun, emosi/perasaan tersebut tetap ada dan valid. Masalahnya kita terbiasa dituntut untuk selalu kuat oleh lingkungan, yang lantas jadi mengabaikan emosi/perasaan tertentu yang muncul.

Menjadi kuat itu bukan berarti bahwa kita harus selalu kuat. Menjadi kuat itu, bisa menyadari dan mengakui bahwa kita ini juga bisa rapuh dan tidak selalu kuat.

Kita berusaha menjadi pendengar yang baik untuk orang lain, tapi sering lupa menjadi pendengar yang baik untuk diri sendiri.

Jadi,
Coba sambut dan ajak minum teh ya jika ada emosi/perasaan apapun yang datang bertamu, beri ruang untuknya bercerita.

Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.