Menuju Rumah Clara

Bocah kecil itu bernama Clara. Aku memenuhi undangannya dari sepucuk surat yang dia kirimkan melalui kotak kecil bunga Lily bulan Mei, yang sebelumnya aku temui di bawah pohon besar tua di tengah hutan sunyi. Dia memintaku menemuinya, ingin membagikan kotak kecil lain untuk kusimpan dalam lemari semesta.

 

Dari pohon besar tempatku bertemu dengan bunga Lily bulan Mei, aku berjalan menyusuri jalan setapak kecil. Bunga Daisy warna-warni di samping kanan dan kiri jalan menari-nari lembut di atas rerumputan hijau. Aku hanya cukup menyusuri jalan setapak itu hingga menemukan tiga buah danau secara berurutan.

 

Danau merah,

danau hijau,

dan

danau biru.

 

Aku harus menyeberangi ketiga danau tersebut untuk menemukan tempat tinggal Clara.

 

“Hai! Aku Clara,” sapa dari suara seorang bocah yang membuatku terkejut oleh karena suara yang tiba-tiba muncul entah dari mana.


Hanya suara. Di tengah hutan sunyi.

 

“Kau masih saja terkejut. Hahaha. Padahal kau sudah terbiasa berkomunikasi dengan suara-suara itu,” oloknya. “Aku bersemayam di dalam pondok di tengah hutan sunyi, kau susuri saja jalanan setapak bunga Daisy dan sebrangi tiga danau secara berurutan: merah, hijau, lalu biru. Seperti yang tertulis dalam suratku. Ada yang ingin aku bagikan kepadamu,” lanjutnya.

 

Begitulah suara Clara yang muncul ketika aku membuka selembar pesan dalam surat yang terselip dalam kotak kecil bunga Lily bulan Mei.

 

“Ada yang ingin kau tanyakan kepadaku? Silakan saja kau tanyakan padaku tapi jangan kau tanyakan bagaimana caramu menanyakannya dan caraku menjawabnya. Kau sudah tahu jawabannya,” jelasnya memberikan isyarat bahwa sebenarnya aku sendiri sudah mengetahui cara berkomunikasi dengan Clara sepanjang perjalanan menuju pondoknya.

 

***

 

Aku terus melangkahkan kakiku menyusuri jalan setapak itu. Bunga-bunga Daisy menyapaku dengan riang sepanjang perjalanan, “Hai! Kau ingat kami? Kita akhirnya bertemu kembali!”

 

“Hai..” jawabku ragu sekaligus senang melihat bunga-bunga Daisy yang riang itu, “Kita pernah bertemu sebelumnya?” tanyaku pada mereka sambil mencoba mengumpulkan kembali potongan-potongan ingatanku.

 

“Ya. Kita pernah bertemu. Kami menyapamu di dunia balik kabut saat kau terhisap ke padang ilalang dalam salah satu kotak kecil yang ada pada lemari kayu semestamu,” jawabnya mencoba membantuku untuk mengingatnya kembali.

 

“Kami akan menemanimu sampai tepian danau yang Clara ceritakan,” ungkap mereka dan aku pun melanjutkan perjalanan dengan ditemani nyanyian dan tarian riang bunga-bunga Daisy kecil tersebut.

 

Aku berjalan menuju danau tiga warna dan rumah Clara.

Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.