Bertemu Bapak Pemandu

Ini cerita dari suatu siang saat SMA.

Seperti hari-hari usai sekolah yang biasa, aku diantar seorang teman sekolah menuju tempatku menaiki bus kota yang akan mengantarku pulang menuju ke rumah. Setelah berpamitan dengan seorang teman SMA tersebut kemudian aku menaiki bus tersebut. Kupilih bangku sebelah kanan baris kedua dari belakang. Terdapat dua bangku kosong dan aku duduk di bangku samping jendela bus tersebut. Melihat keluar jendela sambil menunggu keberangkatan bus kota menyusuri jalanan yang hampir setiap hari aku lewati saat waktunya pulang ke rumah. 

Tidak berapa lama dari aku duduk, bus kota tersebut berjalan mengantarku dan penumpang lain yang sama-sama dalam bus kota menuju tujuan perjalanan kami masing-masing.

Di tengah lamunanku siang itu, seorang bapak setengah baya menyapaku. Aku masih belum menyadari bahwa apa yang sedang ditanyakan kepadaku saat menyapaku adalah apa yang benar-benar ada dalam pikiranku saat itu. Mungkin hanya kebetulan, kalimat sapaan pada umumnya, kataku dalam hati. Aku tersadar dan menjawab sapaan beliau dengan sopan. 

Aku bertanya kepada beliau, "Sejak kapan Bapak duduk disini?" karena dari sejak aku duduk, aku tidak merasakan ada orang lain yang duduk di bangku sebelahku tersebut atau mungkin aku saja yang tidak sadar saat beliau masuk bus kota dan duduk di bangku penumpang sebelahku.

Beliau menjawab dengan canda namun tetap tenang sekali, "Dari tadi saya ada disini. Tidak lihat ya?"

Beliau tersenyum kepadaku. Rasa tenang dan damai yang tidak biasa seolah seperti memancar keluar dari beliau. Beliau seperti dipenuhi cahaya yang lembut namun memberikan kelapangan yang luas sekali. Namun rasa ketenangan dan kesejukan tersebut seperti tidak berasal dari manusia. Mungkin terdengar aneh, tapi memang itu yang aku rasakan saat berinteraksi dengan beliau atau mungkin hanya perasaanku saja saat itu.

Bapak tersebut mengajakku bercakap-cakap sepanjang perjalanan bus kota siang itu. Dia bercerita banyak tentangku, apa yang sedang terjadi padaku akhir-akhir itu, dan karakterku, juga mengenai ibadahku. Yang anehnya adalah semua yang beliau katakan dan memberi nasihat itu memang kondisiku saat itu; karakterku, keluargaku, dan kondisi imanku.

Aku mulai merasa sedikit aneh, namun keanehan yang aku rasakan bukanlah perasaan takut sama sekali, aku tidak merasakan energi negatif dari beliau, tidak ada rasa ketakutan, tidak ada rasa sedang terancam, justru yang aku dapatkan adalah energi yang sangat positif, gerakan energi yang tidak terlalu kuat dan meletup seperti manusia, hanya bergerak sangat lembut namun sangat menyejukkan, aku seperti dibukakan pintu yang sangat lapang hingga angin dapat masuk dan mendinginkanku, memberiku kedamaian.

Sepanjang percakapan sembari aku mendengarkan beliau, dari hati yang paling dalam ada rasa yang tidak biasa sampai-sampai aku sesekali terlintas dan melirik ke kanan-kiri dan bertanya dalam hati, apakah penumpang lainnya melihat beliau juga ya sama sepertiku. Sempat terlintas di kepalaku, namun segera aku tepis pikiran aneh itu, "Ngaco kamu. hahahaha," kataku pada diri sendiri.

Singkat cerita akhirnya aku pun nyeletuk ke beliau, "Bapak malaikat ya?" saking sudah tidak tertahankan rasa yang tidak biasa ini dan semua yang beliau ketahui tentangku.

Bapak tersebut membalas dengan tertawa tenang dan hangat kemudian tersenyum, namun beliau tidak menjawab pertanyaanku. 

Cahaya dan kesejukan itu memancar lagi ketika beliau tersenyum ramah.

Oke. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak memikirkan prasangka dan rasa penasaranku tersebut. Kami pun melanjutkan percakapan dan aku pun mendapat nasihat-nasihat luar biasa dari beliau. Aku sambut nasihat dan petuah beliau terlepas siapa beliau, karena memang apa yang diberitahukan beliau kepadaku adalah hal yang positif untukku.

Aku hilangkan semua rasa penasaran yang tidak biasa itu, mungkin memang beliau juga manusia sama sepertiku dan penumpang lain dalam bus namun dengan tingkatan yang di luar yang aku bayangkan akan bertemu manusia seperti beliau. Entah apa itu istilahnya.

Pada akhir perjalanan aku bertanya pada beliau tentang pekerjaannya.

Beliau menjawab dengan tersenyum, "Pemandu". 
(Saat itu aku hanya berpikir bahwa bisa jadi pemandu wisata, karena di Jogja, identik dengan tempat wisata, seperti pemandu di Candi Prambanan. Biar mudah saja. Bisa jadi aku saja yang berpikiran kemana-mana. Ngomong-ngomong aku lupa waktu itu aku sempat menanyakan namanya atau tidak)

Tidak berapa lama bus kota itu sampai di tujuan tempatku turun, aku berpamitan kepada beliau dan turun dari bus tersebut.

Aku melihat bus dari arah belakang dan masih terpaku dengan apa yang baru saja aku alami dan temui pada sepanjang perjalanan bus tersebut, dalam kepalaku masih tetap penuh tanda tanya siapakah beliau tadi. Energinya bagus sekali seperti bukan manusia.

Dari jendela belakang bus kota tersebut, beliau melambaikan tangannya dan tersenyum ke arahku. Masih sama beliau seperti memancarkan cahaya, kebahagiaan, dan kedamaian yang lembut sekali. Sangat tenang. Sekali lagi seperti bukan manusia.

Aku tersenyum dan menunduk membalas beliau.

Entah siapapun beliau, manusia atau bukan, saya sangat berterimakasih diberi kesempatan mendapatkan banyak hal baik dari beliau sepanjang perjalanan bus kota siang itu.

Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.