Tentang Ruang

Melihat sesuatu dengan apa adanya, membuat menjadi lebih sederhana. 


Kalimat ini terlintas saja di kepalaku sambil mendengarkan musik di suatu cafe sore itu. Aku mulai melamun. Siapa bilang melamun itu pikirannya kosong. Padahal ketika kita melamun semuanya bergerak bergantian dan kita mengamati, datang dan masuk, pergi dan menghilang, berpendar-pendar, redup, ramai, sepi; dan kita hanya mengamatinya apa yang terjadi. 

Betul. 

Mereka yang sedang bergerak-gerak itu.


Kita tetap, mereka yang hilir mudik. Aku memberikan ruang. Bukan. Aku adalah ruang itu sendiri. Ruangan yang tidak terpengaruh dengan perubahan dalam ruang, ruang yang hanyalah ruang tempat mereka berubah-ubah. Hakikat ruang adalah kekosongan. Kekosongan itu terisi, namun sejatinya adalah kosong. Menyadari bahwa aku adalah kekosongan membuat melihat semuanya menjadi apa adanya. Kita adalah ruang kosong itu sendiri.


Seperti angkasa yang hanyalah ruang untuk awan, bintang, meteor, angin. Apa yang terjadi dalam angkasa itu bukanlah angkasa. Angkasa ya angkasa. Hujan, badai petir, ledakan meteor, lubang hitam yang menyerap segalanya; semua itu adalah apa yang ada dalam angkasa, namun bukan ruang angkasa.


Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.