Ujaran (Ajaran) "Jangan Menangis"

Masih ingat seorang yang menemukan kotak-kotak kecil yang menyimpannya di lemari kayu semesta?

Saya bertemu dengannya, setelah perjalanan panjangnya di dunia padang ilalang, yang menghisapnya ke dalam dunia di balik kabut. Dia bercerita kepadaku tentang seorang dewasa yang menyuruh anak kecil untuk jangan menangis.

Kataku, "Ada apa dengan itu?"

Lalu dia menceritakannya.

Siang menjelang sore, dia sedang menata kotak-kotak kecilnya. Dari luar dia mendengar seorang anak kecil menangis lalu seorang dewasa entah itu ayahnya atau kakeknya menyuruhnya untuk tidak menangis.

"Jangan menangis," kata seorang dewasa.

Sambil menata kotak-kotaknya dalam lemari, dia berujar dalam hati, "Kenapa pola ini lagi, kenapa orang dewasa seringkali menyuruh anak kecil yang sedang menangis untuk jangan menangis atau berhenti menangis."

Salah satu kotak kecilnya bertanya, "Memangnya kenapa, ada apa dengan meminta si anak berhenti menangis?"

Dia menjawab si kotak kecil yang bertanya itu, "Aku hanya merasakan fenomena awal yang berpotensi dalam pembentukan limiting belief untuk si anak kecil itu."

"Maksudnya?" si kotak kecil bertanya lagi tidak mengerti.

"Coba renungkan ini secara tidak langsung seperti aku sedang mendengar di luar sana ada suatu latihan menyangkal perasaan. Anak kecil tersebut tidak ditanya kenapa menangis dan apa yang dirasakan tapi justru langsung dibilang jangan menangis, tidak memberikan ruang untuk anak kecil itu merasakan, menganalisa, dan mengakui apa yang sedang dirasakan sebenarnya saat itu. Kau tahu? anak kecil itu seperti mesin recorder super, dia akan meng-copy informasi dari dunia yang dia jumpai dan orang dewasa itu tanpa sadar sedang melatihnya, sayangnya paham itu tidak tepat," ujarnya.


"Anak kecil menangis kemudian orang dewasa memintanya untuk jangan menangis tanpa dibarengi dengan memberikan ruang untuk si anak menceritakan apa yang dirasa; jika pola ini berulang tidak menutup kemungkinan akan membentuk limiting belief dalam diri anak kecil tersebut, misal bisa tumbuh suatu kepercayaan terbatas dalam dirinya bahwa 'ayahku tidak suka kalau aku menangis', kemudian berkembang yang membentuk pola perilaku, respon, dan mindset saat dia beranjak besar. Contoh umumnya keyakinan bahwa aku kuat, aku tidak sedih, aku tidak akan menangis dan lain-lain padahal yang sebenarnya bukan itu yang dirasakan, kecenderungan untuk sulit mengakui apa yang dirasakan sebenar-benarnya atau mungkin bisa jadi karena dia kesulitan mendefinisikan perasaan yang sebenernya, kemudian membentuk kebiasaan ignorant dan denial akan perasaan. Efeknya apa? bisa berkembang macam-macam tergantung pengalaman yang ditemui selama tumbuh; bisa jadi anak itu akan cenderung terlalu keras dengan dirinya atau dia akan menyalahkan diri sendiri jika dirinya tidak sesuai dengan apa yang dia yakini yang terkait limiting belief tersebut dan seterusnya yang tentunya efeknya pasti tidak baik untuk kesehatan jiwa dan inner-nya," lanjutnya lagi.

"Wow, sekarang aku mengerti. Terimakasih sudah menjelaskan," kata si kotak kecil sambil memancarkan sinar kehijauan dan kekuningan yang lembut.

"Iya sama-sama. Ini sebenarnya bisa panjang kalau dibahas lagi, mungkin sekarang sampai itu dulu ya," katanya sembari mempersilahkan kotak-kotak kecil itu mengembara dalam langit warna-warni di dalam lemari semesta.



Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.