Ombak

Duduk di pesinggahan nan empuk. Memandangi. Kesederhanaan yang familiar di depan mata. Tawa dan mimik muka yang sama. Tawa dan mimik muka yang teduh penuh senyum. Membuat enggan melepaskan pandangan dari keasingan. Di situ aku bisa melihat gunung, Dieng, Prau, dan golden sunrise gunung Prau dalam sebuah pandangan. Sebuah mimpi yang belum kesampaian.

Asing..

tapi familiar.

Bertanya kembali pada diri. Gejolak yang menggulung-gulung seperti ombak. Bertanya lagi. Aku ingin bertanya. Tapi begitulah ombak. Datang menghampiri kemudian pergi ke tengah samudera. Meninggalkan buih di atas pasir.

Dan samudera itu... Luas.

Seperti ini rasanya familiar. Kebahagiaan yang aneh terhadap keasingan.

Boleh aku bertanya?

Boleh?

.........................................

Baiklah...

Akhirnya ku biarkan juga ombak bebas bergulung-gulung menghias pantai.

Ku antarkan dengan senyum. Terakhir kali, terakhir untuk kini, mengucap salam pada ombak yang bersiap menjadi buih-buih kecil di tepi pantai.

Aku pergi dulu, hai keasingan.


Jakarta,
15 Juni 2015
*menunggu kereta datang*

Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.