Berhenti Mengeluh Sebelum Kenyang

Seperti yang sering dikatakan orang-orang bahwa jika kita selalu bersyukur insyaAllah akan dicukupkan segalanya. Ini dalam artian bahwa ketika seseorang dapat mensyukuri apapun yang ada, apa yang sedang dialami pada dirinya, apa yang diberikan kepadanya, Tuhan akan menganugerahkan kepada kita rasa cukup yang ajaib, sehingga kita tidak akan banyak mengeluh akan sesuatu. Sehingga menjadi tulus dalam melakukan sesuatu. Walaupun sebagai manusia yang manusiawi pasti pernah lupa bersyukur dan banyak mengeluh. Saya? Ya. Saya juga manusia.

Mengeluh ini bukan hanya mengeluh yang diketahui orang-orang saja dalam artian yang sampai orang-orang sekitar kita menjadi tahu, mengeluh yang hanya kita sendiri yang tahu pun tetap disebut mengeluh. Bagi saya adalah hal yang manusiawi apabila seorang manusia mengeluh. Itu adalah hal yang pasti. Jangan bilang bahwa ada seseorang yang tidak pernah mengeluh. Hm. Saya tidak akan percaya.

Mungkin bukan tidak pernah mengeluh namun lebih tepat dengan dapat menjaganya tetap stay di tengah-tengah. Dalam artian bahwa tidak berlebihan sehingga tidak menjadi merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Saya masih tidak percaya bahwa manusia bisa konsisten. Tapi saya percaya bahwa manusia bisa mendekati konsisten, ketika ketidakkonsitenan manusia masih dibawah nilai toleransi yang ada. Seberapa besar toleransi itu? Bisa direnungkan sendiri. Selama hal itu belum sampai merugikan dan mengganggu lingkungan sekitar, saya anggap hal tersebut adalah wajar dan manusiawi. Dan juga selama setelahnya masih ingat untuk bersyukur, saya anggap itu masih dibawah ambang toleransi.

Manusiawi boleh karena kita memang manusia tapi bukan lantas kata manusiawi tersebut digunakan untuk mewajarkan semua perilaku berlebihan yang merugikan dengan alasan bahwa "itu kan manusiawi", jangan menggunakan alasan manusiawi untuk membenarkan semua hal. Intinya semua yang berlebihan itu tidak baik. Baik itu mengeluh, makan, kebanggaan, dan lain-lain. Seperti pesan yang sering orang tua bilang kepada kita, misal dalam hal sederhana yaitu dalam konteks makan, kata orang tua "makanlah secukupnya", ajaran agama juga menganjurkan bahwa "berhentilah makan sebelum kenyang". 

Bukan lantas karena tidak boleh berlebihan kemudian menjadi akan lebih baik jika kurang saja. Kurang pun juga tidak baik. Jadi semua harus berada di "jalan tengah". Ah jadi teringat filsuf di jaman Yunani Kuno kan. Aristoteles juga mengemukakan istilah "jalan tengah" dalam pemikirannya mengenai etika yang kaitannya dengan hubungan antar manusia (Read : bukan Aristoteles yang mengikuti istilah saya, tapi saya yang mengikuti istilah Aristoteles. hahaha). Beliau mengatakan bahwa kita tidak boleh bersikap pengecut dan tidak pula gegabah tetapi berani (terlalu sedikit keberanian berarti pengecut, terlalu banyak berarti gegabah), tidak kikir dan tidak juga boros tetapi longgar (tidak cukup longgar berarti kikir, terlalu longgar berarti boros), makan pun juga begitu; akan berbahaya jika makan terlalu sedikit, tapi juga berbahaya jika makan terlalu banyak. Semua harus berimbang. Dalam hal manusia dan keluh kesahnya pun juga memiliki rule yang sama.

Hmm... jadi kemana-mana ya? 

Oke. Lanjut.

Jadi intinya "berhentilah mengeluh sebelum kenyang". Iya betul. Berhentilah mengeluh sebelum kekenyangan mengeluh akhirnya menjadi benar-benar lupa untuk bersyukur dan merugikan orang-orang sekitar. Entah itu mengganggu dengan celotehan keluhan yang tidak enak didengar yang pasti akan membawa pengaruh negatif kepada sekitar, atau dengan cara yang lain.

Ah. Saya sendiri juga manusia. Saya tidak akan berkata bahwa saya jarang mengeluh. Pasti. Saya sering mengeluh. Dan ketika saya mengeluh, semoga saya cepat merasa bersalah karena pernah mengeluh, kemudian saya mulai bersyukur atas apa yang telah terjadi pada saya. InsyaAllah dicukupkan dan dilapangkan hati dan lagi diberikan pelajaran hidup berharga untuk kita, si manusia yang bukan apa-apa.

Di antara keluh kesah, di situlah hikmah akan mendatangi kita, bercerita banyak hal yang kemudian membuat kita untuk kembali bersyukur. Namun jika membiarkan keluhan itu dipupuk terus-menerus sehingga tumbuh berkembang semakin besar hingga akar-akarnya menghujam sampai ke dasar-dasar hati dan membuat hati rimbun dengan keluh kesah, bagaimana hikmah bisa menyelinap ke dalam hati kita? pintu-pintunya saja tertutupi oleh keluhan yang tumbuh tidak terkendali. Menjadi benar kata orang bahwa "Ah, bagaimana bisa bersyukur, dia sendiri belum dapat mengambil hikmah atas apa yang telah terjadi dan terlalu banyak mengeluh saja" (dalam konteks apapun). 

Jadi.....

Berhentilah mengeluh sebelum kenyang ya? Menjadi manusia yang manusiawi (Read : manusiawi dalam artian sebenar-benarnya, cukup, tidak lebih, tidak kurang)



Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.