Sebab - Akibat

Saya percaya bahwa sesuatu apapun itu selalu ada alasannya kenapa. Dalam artian selalu ada sebab yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu atau dalam kondisi sesuatu. Jika ada sebab pasti ada akibat. Seperti saya makan karena bisa jadi karena saya lapar, bisa jadi karena saya hanya ingin makan saja, bisa jadi karena saya penasaran dan banyak kemungkinan lain. Seperti orang marah-marah ada banyak kemungkinan sebab kenapa dia marah-marah, orang tertawa pasti ada alasan kenapa dia tertawa. Bahkan seorang gila yang tertawa sendiri tanpa sebab pun pasti ada sebab kenapa dia tiba-tiba tertawa begitu saja, ya.. sebabnya hanya seorang gila itu yang tahu apa yang membuat dia tiba-tiba tertawa girang sendirian, yang kemudian dari sebab itu syaraf-syaraf yang menyebar di sekujur tubuhnya menyampaikan pesan dari otaknya untuk tertawa dan... jadilah dia tertawa.

Oke..fix! 
Adanya sebab-akibat itu benar adanya. Dalam artian "apapun" yang ada di dunia ini selalu ada sebabnya yang kemudian akibatnya menjadi "apapun" tadi. 

Retoris. 

Pernyataan saya retoris ya? 

Memang. 

Ah, pada kenyataannya tidak semua orang membenarkan hal tersebut secara tindakan. Memang retoris. Semua orang juga tahu itu. Tapi masih ada orang-orang yang mudah menilai seseorang dari kulit luar saja, menilai suatu keadaan dari yang paling bisa dia rasakan secara indrawi. Melihat kupu-kupu dalam keberadaannya saat itu sebagai kupu-kupu adanya, melihat kepompong dalam keberadaannya saat itu sebagai kepompong adanya. Ya. Adanya yang dia lihat dengan mata indrawinya. 

Ini bukan karena saya lebih baik dari yang lain. Tidak. Saya pun masih belajar. Manusia yang sama-sama belajar. Dan saya manusia juga. 

Sekali lagi. 

Manusia. 

Sama seperti yang lain yang memiliki ego. Memiliki rasa ke-aku-an yang dapat membuat seseorang menjadi jumawa, angkuh, arogan, memandang rendah, dan tektek-bengek lainnya. Manusia yang memiliki kecenderungan...bisa menjadi baik atau justru bisa menjadi buruk. Yang semua itu tergantung akibat mana yang akan dipilih dari sebab yang sedang kita rasakan. Ya! kita memiliki kewenangan memilih akibat. Kewenangan yang bukan kesewang-wenangan.

Ketika percaya bahwa semua hal yang ada terjadi di dunia ini dan keberadaan apapun itu ada sebabnya, itu akan memudahkan untuk menerima dengan bijak dari suatu keberadaan dan keadaan kita sendiri maupun orang lain. Membuat kita tidak mudah menilai seseorang dari kenampakan luar yang kasat mata saja. Melihatnya dari sudut pandang apa yang menyebabkan bagaimana seseorang menjadi sedemikianhalnya, lantas menggabungkannya dengan sudut-sudut pandang lain yang ada hingga mendapatkan titik pertemuan di tengahnya dimana percabangan itu akhirnya menjadi satu. 

Ya. 

Menjadi satu. 

Di tengah-tengah.

Itulah mengapa "penjelasan apapun" dari seseorang dan "mendengarkan" itu menjadi sangat penting. Itulah mengapa manusia dianugrahi akal, akal digunakan untuk membaca (membaca bukan dalam artian seperti membaca buku, novel, majalah dll; membaca dalam artian yang luas) dan agar manusia dapat "berdamai" dengan ego (dalam konteks apapun; baik perkara hubungan antar manusia dan perkara banyak lainnya). 

Saya bilang berdamai, bukan untuk melawan.

Sebab akal ada bukan untuk melawan ego. Akal ada agar dapat berdamai dengan ego. Bagaimana hati nurani bisa berjalan beriringan bersama ego dan saling menyeimbangkan :)

Saya masih belajar. Kamu masih belajar. Dia masih belajar. Mereka masih belajar. Kita semua masih belajar.


Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.