Cerita Seorang Bapak di Site

Aku anak seorang nelayan. Pencari ikan. Pergi melaut petang, pulang pagi hari. Kehidupan? alhamdulillah masih cukup, ya walaupun jauh jika dibandingkan teman-teman sekolah, para anak pegawai bahkan bos-bos perusahaan.

Aku diajarkan untuk selalu rajin beribadah dan selalu mengingat Allah. Mungkin karena hidupku susah, aku terus mengingat-Nya, agar segera dikabulkan doaku, punya uang yang banyak. Haha bercanda.

Bukan itu..

Mau ada uang ataupun tidak, tetap harus selalu mengingat Allah. Aku selalu percaya bahwa orang yang selalu rajin beribadah dan dekat dengan-Nya, insyaAllah akan dimudahkan urusannya, dicukupkan kebutuhannya, dan ditenangkan hatinya, dan lagi dimatangkan pribadinya.

Selama sekolah aku sempat minder untuk bergaul dengan kebanyakan teman-temanku yang anak-anak bos itu. Bukan sempat minder tapi memang minder. Menutup diri dari pergaulan. Merasa tidak sebanding dengan mereka. Aku hanya seorang anak nelayan kampung sedangkan mereka anak-anak bos. Tidak banyak dari temanku yang mengenal baik diriku, kecuali beberapa teman yang memang dekat denganku.

Masa SMA berlalu dengan cepat, aku melanjutkan kuliah di suatu universitas daerah asalku. Mungkin bahkan jika aku sebutkan namanya, kamu tak kan mengenalnya. Selepas lulus kuliah, aku lanjut bekerja.

Tak terasa 15 tahun berlalu sudah setelah SMA. Umurku tidak lagi muda. Aku berpikir bahwa memang sudah waktunya mulai memikirkan untuk merencanakan niatan baik, mencari pasangan hidup, dalam artian seorang istri. Bukan pacar, karena Islam tidak mengenal istilah pacar. 

Bukan istilah anak muda sekarang, "menembak lalu jadian", tapi "meminang lalu menikah", karena menurutku pernikahan itu suatu hal yang..subhanallah.

Masalahnya adalah aku tidak pernah dekat dengan seorang wanita, karena tahu sendiri bahwa selama sekolah dulu aku orang yang minder untuk bergaul dengan orang lain, apalagi dengan seorang wanita.

Doaku kepada-Nya di setiap sholatku, meminta petunjuk akan jodohku, karena aku sadar bahwa umurku tidak lagi muda. Aku membutuhkan seorang pendamping yang bisa mendampingi di saat susah senangku.

Tak lama, kebetulan ketika sedang menghubungi teman lamaku, ngobrol tentang masa-masa SMA, entah apa yang mendorongku, aku bertanya padanya tentang seorang wanita di masa SMA ku dulu, menanyakan kabarnya sekarang bagaimana. Sesuatu seperti memberitahuku bahwa dialah yang aku cari. Ya, aku kenal dia, tapi masih ingatkah dia dengan seorang aku yang teman SMAnya dulu, kami bahkan dulu semasa SMA jarang saling berbicara banyak, karena aku terlalu minder bergaul.

Dorongan aneh itu membatku menghubunginya dari nomor kontak yang diberikan seorang temanku itu. Dia menjawab teleponku, "Assalamualaikum". Aku jawab, " Waalaikumsalam". Basa-basi aku memperkenalkan namaku, menanyakan masih ingatkah denganku. Alhamdulillah dia tahu bahwa aku dulu teman SMAnya. Menanyakan kabar dan ngobrol sebentar, kemudian aku memberanikan diri menanyakan statusnya, apakah dia sudah ada calon? Dia menjawab belum. Kemudian aku bertanya padanya, "Maukah kau menikah denganku jika kamu memang belum ada calon?"

Dia terdiam.

Ya pasti. Tiba-tiba teman lama telpon, semasa SMA pun juga tidak dekat, kemudian tiba-tiba mengajak menikah. Hm.. aku memang sedikit gila.

Karena dia terdiam, mungkin kaget, bingung, campur aduk, harus menjawab apa. Lantas aku menawarkan mungkin kami bisa saling bertemu dulu berbincang, kalaupun dia tidak berkenan denganku, aku bisa terima. Dia pun setuju untuk kami saling bertemu.

Kami bertemu, berbincang-bincang. Berbincang biasa seperti teman lama bertemu, aku tidak membahas mengenai pinanganku. Sekitar setengah jam kami berbincang, di akhir perbincangan, aku menanyakan kembali padanya, "Jadi.. bisakah aku menemui orang tuamu?". Dalam hati, semoga niatan baik selalu membawa kebaikan. Kemudian dia menjawab, "Ya..temuilah orang tuaku".

Subhanallah. Ketika itu pasti jawabannya akan satu diantara dua jawaban dari "ya" atau "tidak perlu". Apapun itu nanti aku akan terima dengan baik. Jika dia menjawab, "tidak perlu" itu artinya aku tidak perlu bertemu orang tuanya untuk meminangnya dan alhamdulillah jawabannya adalah sebaliknya.

3 bulan setelah aku menemui orang tuanya, kami pun menikah. 

Aku memang masih berpenghasilan pas-pasan saat itu. Tapi aku yakin Allah memberikan rejeki, datangnya bisa dari mana saja. InsyaAllah kalau niatannya baik, ke depannya akan baik juga. Dan alhamdulillah tidak pernah disangka aku yang dulunya anak nelayan, kemudian kerja masih pas-pasan saat memberanikan untuk meminangnya, namun sekarang alhamdulillah dicukupkan rejekinya oleh Allah dan bisa bergabung bekerja di tempat ini.

Bapak tersebut bisa dibilang seorang leader di salah satu bagian di site. Siang itu aku memakai salah satu komputer di ruangan Beliau, sambil sibuk di depan komputer, sempatin ngobrol-ngobrol, kemudian Bapak tersebut bercerita, termasuk cerita yang satu ini juga. Lalu ingin saya tulis ulang :)

Site,
3 April 2014




Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.