Aku? Manusia

Aku melihat cahaya Ni, terang krem kehijauan.. di langit barat sana.. apa kau juga melihatnya? Cahaya itu aneh deh, Ni. Aurora juga bukan. Hmm.. mana mungkin kan ada aurora di daerah tropis. Ya kan? kecuali dunia ini memang sudah amburadul. Matahari yang sudah tidak pada posisi yang sebenarnya. Semuanya sudah tidak pada tempatnya. Atau.. jangan-jangan.. dunia ini memang benar-benar sudah amburadul seperti katamu.. Aku kira mungkin iya ya Ni. Manusia kan terkadang tidak sadar kalau dirinya terdegradasi sedikit demi sedikit. Kekacauan timbul dengan delta yang sangat kecil ya, hingga perubahan tiap harinya menjadi tidak terasa. Namun begitu waktu yang lama membawanya, ternyata tiba-tiba, sadar-sadar dunia ini sudah amburadul begitu saja. Seperti kita menyimpan beras sekilo, tiap harinya diambil sebutir dua butir kan tidak terasa. Kemudian begitu sudah setahun tiba-tiba beras kita yang kita simpan itu habis begitu saja begitu kita ingin mengeceknya. Kita memang harus mengecek sering kali ya mungkin agar ketahuan jika beras kita berkurang dari berat awal, kemudian baru kita menambahi lagi beras simpanan kita. Begitu juga manusia ya, Ni.. memang harus sering dicek ya, agar tahu dan introspeksi kemudian menjadi lebih baik lagi. Terkadang manusia karena terlalu sibuk dengan urusan lain sehingga urusan nurani dan moral dikesampingkan ya, merasa sudah bermoral baik, kemudian dilupakan. Nilai moral itu dibangun kan ya? Dan pembangunan moral itu dilakukan selama hidup. Mungkin kita manusia terlalu arogan ya, merasa nilai dan pendidikan moral yang ditanamkan ke kita selama pendidikan sudah cukup untuk berpetualang ke dunia yang lebih luas lagi. Namun bukankah semakin besar kita memperlebar radius, semakin aneh-aneh saja yang bakal kita temui, Ni? Bukankah kita butuh membangun benteng yang lebih kokoh lagi? 

Iya mungkin kamu benar, Ni. Manusia itu arogan. Arogan dengan apa yang dia miliki, bahkan dia arogan terhadap hati nuraninya sendiri. Kau lihat, orang-orang arogan di atas sana. Kasihan deh aku, Ni. Kasihan aku melihat kearoganan mereka. Mereka membunuh dirinya sendiri. Bukankah bunuh diri itu dosa yang amat besar ya, Ni? Aah.. semakin kasihan aku, apalagi mereka melakukannya tanpa mereka sadar. Diri mereka membunuh diri mereka sendiri.
 
Mungkin akan ada beberapa bahkan banyak yang tidak terima yang kita obrolkan ini ya, Ni. Karena tadi aku bilang manusia. Ya. Aku bilang dengan manusia. Kesannya menyeluruh, bukan beberapa bagian saja. Bukankah begitu, Ni? Aah.. aku serba salah.. aku ingin bilang sebagian manusia namun aku pun tidak tahu benarkah hanya sebagian yang begitu. Aku bilang dengan kata general, MANUSIA, lalu akan ada yang tidak terima. Aah.. aku jadi serba salah, Ni.

Kau tahu, Ni? bahkan kita pun juga manusia.. Apa kamu juga ikut-ikut tidak terima aku bilang arogan? Emm.. benar, Ni. Kita juga manusia. Mungkin aku pun juga tidak sadar sudah membunuh sebagian dari diriku sendiri, karena kearogananku sebagai manusia. Mungkin saja, tidak ada yang tahu bukan? Oh.. Manusia.. Manusia.. Aku jadi ingat pepatah, "tidak ada manusia yang sempurna". Aaah.. aku jadi berpikir itu hanya sekedar pepatah saja... karena banyak manusia yang merasa dirinya sempurna.. lebih sempurna dari yang lain.. lebih baik dari yang lain.. lebih tinggi dari yang lain.. sehingga pandangan mereka menjadi selalu ke bawah, selalu memandang rendah.. padahal yang bisa memandang posisi kita ada dimana hanyalah Tuhan. Aaah.. aku mau mengakui, Ni.. Aku ini memang tidak sempurna. Aku amburadul setiap hari. Aku arogan, aku membunuh diriku sendiri sehingga nilaiku terdegradasi tiap hari. Karena itulah aku ingin selalu menambah nilaiku, Ni. Karena aku sadar aku pasti terdegradasi.

Seberapa besarkah delta degradasiku? Aah siapa peduli, karena katamu.. delta itu sangat kecil kan? kecuali kalau memang suatu ketika aku berdelta besar baru aku sadar. Aku tidak sadar kalau aku terdegradasi dengan delta yang sekecil itu. Aku memang tidak tahu diri ya. Yang aku sadar adalah kemauanku untuk menambah nilai dan memperbaiki. Menambah sebanyak-banyaknya, agar delta degradasi tersebut menjadi surplus kembali.. karena aku adalah manusia, yang arogan, yang selalu membunuh dirinya sendiri tiap harinya...
Dan tiap harinya, aku butuh pengembalian nyawa karenanya.



Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.