Manusia dalam Kotak


Dia memberanikan diri lepas dari kotaknya. Mengembara ke luar nun jauh di seberang samudra di mana tak akan ditemukan gunung-gunung yang dia rindukan, dia kagumi, dia pandangi setiap pagi di setiap derap langkah di atas jajaran kepingan heksagon abu-abu. Gunung-gunung yang menyapanya dengan akrab, sekali dalam seminggu. Ladang yang hijau. Jalan yang berkelok. Dan awan yang menutupi puncaknya setiap pagi. Dan juga seorang teman yang selalu mengajaknya bertemu menyapa gunung. Dan menikmati perjalanan malam berburu jagung bakar dan bertemu manusia-manusia lain sepanjang perjalanannya.

“Ayo mencari warna hijau”, ucapnya di hari-hari menjelang akhir minggu yang penuh sesak dengan manusia-manusia yang selayaknya mereka berdua. Menunggu datangnya akhir minggu.

Terlihat menyenangkan.

Ya.

Memang begitu adanya.

Setiap harinya.

…………

Suatu pagi di tengah sujudnya, panggilan Tuhan mengharuskannya untuk membuat keputusan. Keputusan yang sangat cepat. Tuhan memintanya mencari jalannya. Mencari jalan yang sebenar-benarnya sebelum dia kembali menapaki jalanan gunung yang sangat ia rindukan nantinya.

Kebimbangan menyerangnya di awal langkahnya.

Dia ingin keluar dari kotaknya dan melihat samudra. Namun seketika kebimbangan menyerangnya kembali. Dia ingin keluar dari kotaknya dan menjajaki jalan yang menuju awan-awan dan senja yang memerah di antara ombak-ombak. Namun seketika kebimbangan menyerangnya kembali.

Satu langkah dan kebimbangan datang. Satu langkah lagi dan kebimbangan datang lagi. Satu dua tiga empat langkah dan seterusnya.

Pada akhirnya langkahnya tak terbendung. Karena Tuhan akan selalu di sampingnya. Karena Tuhan selalu memiliki maksud yang indah. Karena Tuhan selalu punya cara.

 Dia menikmatinya.

Terbang.

Bertemu dengan kumpulan awan-awan yang semangat untuk menyambutnya. Desiran ombak yang sayup-sayup terdengar. Perahu-perahu yang bergoyang menari bersama gelombang. Terkadang kerinduan hadir bersama angin yang menyapa pohon-pohon bakau di tepian yang kemudian terbang kembali ke pulau seberang. Menyampaikan salamnya kepada gunung, jagung bakar, dan bus-bus antar kota yang menemaninya di setiap minggunya.

Disimpannya kotak lamanya. Di sebuah lemari kayu yang berisi bintang-bintang dan sungai langit yang mengalir di antara kerlap-kerlip hijau, merah, biru, jingga, kuning, magenta, dan semua warna yang ada di semesta.

Manusia itu pun keluar dari kotak lamanya, membuka kotak lain dari Tuhan yang berisi samudra dan senja-senja merah.

………………..

Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.