Kakek Tua dan Bibit Pohonnya



Pohon itu tumbuh dari bibit kecil yang disiram setiap hari oleh si kakek tua pemilik pondok tua di ujung jalan bukit belakang sana. Aku tak sepenuhnya tahu apakah beliau si empunya atau apakah hanya merawatnya dengan penuh cinta. Seingatku ketika kecil pondok itu tak pernah berpenghuni, kosong dan gersang tanpa ada yang merawatnya hingga kemudian kakek tua itu tiba-tiba muncul dan menempatinya. Merubahnya menjadi berbunga dan hijau oleh dedaunan.

Kenangan lain muncul dalam ingatan. Sore itu aku berjalan menuju atas bukit seperti biasa memenuhi janji untuk berburu senja yang tak pernah mengingkari janjinya. Sekali lagi aku bertemu kakek tua tersebut. Dengan senyum diantara keriput-keriputnya yang tersembunyi dibalik bayang-bayang cahaya senja beliau menyirami tanaman tersebut dengan penuh kasih sayang.

Aku terus berjalan menujunya. Pandanganku tak lepas dari pemandangan hangat di depanku. Seorang kakek tua yang selalu tersenyum menyapa tanaman-tanaman kecilnya. Ku sapa beliau. Beliau membalasnya dengan anggukan dan senyuman hangatnya. Mempersilakanku untuk segera mengejar langit senja yang sebentar lagi ditelan malam.

Sepulang dari atas bukit, kulihat perapiannya sudah menyala. Terkadang kami saling bertukar cerita ditemani secangkir minuman hangat buatannya. Minuman yang tiada tandingannya kataku, dari tangan seorang kakek tua yang renta yang banyak mengajarkan hakikat kehidupan kepadaku; aku, yang masih seperti bibit-bibit tanamannya, yang perlu disiram dengan penuh kasih dan dirawat dengan baik agar menjadi pohon yang kuat dan tahan akan terpaan angin. Dan satu lagi dapat menjadi peneduh dan memberi kesejukan pada setiap orang yang bernaung di sekitarnya.

Di bangku kebunnya aku bercerita tentang senja yang aku tangkap setiap sore. Senja yang aku simpan dalam botol-botol gelas bening. Yang aku bagikan keesokannya kepada setiap pemilik rumah di perkotaan bawah sana yang lampu-lampunya aku nikmati setiap malam hari dari atas bukit. Aku bagikan senja dalam botol gelas tersebut agar mereka dapat ikut menikmati senja yang indah. 

Aku sering sedih oleh sebab hampir setiap hari mereka pulang di hari yang sudah gelap dengan rona muka yang lelah. Terlalu berfokus pada pekerjaannya hingga lupa bahwa ada sekelumit kecil dari ciptaan Tuhan yang indah dan dapat mengobati kelelahannya kalau mereka mau menoleh ke arah jendela ruang kerjanya barang sebentar saja. Karena memang mereka tak pernah sempat karena kesibuka atau mungkin belum sadar; maka dari itu kuantarkan senja itu dalam botol-botol gelas ke rumah masing-masingnya. Yang sinarnya berpendar keemasan dari dalam botol-botol gelas itu.

Sang kakek tersenyum ramah melihatku yang dengan semangat bercerita tentang senja dalam botol gelas yang aku tangkap. 

Keteduhannya selalu dirindukan. 

Kini bibit yang ia tanam sudah menjadi pohon yang besar yang kuat menahan terpaan angin dan badai. Memberikan keteduhan di sekitar pondok tua yang kini menjadi kosong kembali, namun terisi penuh dengan kenangan dan cerita-cerita kakek yang tak pernah dilupakan.

Katanya,

"Kehidupan ini seperti pohon ini, bibit yang kecil akan tumbuh menjadi besar, tumbuh dan tumbuh hingga menjadi pohon tua. Jangan takut akan kehilangan, yang baru akan selalu hadir menggantikan yang hilang, yang muda akan selalu hadir untuk mengantikan yang tua. Yang terpenting adalah bagaimana selalu merawatnya dengan penuh kasih. Agar tumbuh besar dengan penuh kasih yang nantinya akan merawat dengan penuh kasih pula."


Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.