Hilang


Siang hari, tidak teralu terik, langit biru cerah tanpa awan. Angin berhembus syahdu. Rambut hitamnya yang basah berkilauan tersinari matahari. Dia duduk di emperan bangunan pojok tak jauh dari perimeter pagar yang membentengi sekumpulan bangunan. Matanya yang berkaca memandang satu titik dari kejauhan, entah apa yang sedang dipikirkannya. 

Aku berjalan di antara rangkaian garis hitam putih. Sekilas menengadah ke langit. Hanya ingin memeriksa bahwa langit masih biru seperti biasanya. Kemudian kembali berjalan di sepanjang garis pembatas. 

Dia tertunduk, memainkan jari-jemarinya. Menari bersama tali sepatunya yang menjuntai belum terikat,  kemudian tersenyum memandangi ikatan-ikatan itu seperti berkata "selesai". Dan dia pun kembali hidup. Kembali ke dunia yang ramai. Bahkan rasa-rasanya terlalu ramai.

Aku terus berjalan. 

Kupandangi sekitarnya, orang-orang duduk ramai berbincang satu dengan yang lain. Beberapa orang bersenda gurau, beberapa yang lain sedang dalam obrolan yang serius, beberapa yang lain sibuk dengan ponselnya, juga satu-dua orang yang sedang sibuk dalam perbincangan teleponnya.. 

Sedangkan dia?

Tenggelam lagi ke dunia dalam kepalanya, memandangi entah apa pada satu titik yang sulit aku tebak. Mungkin sebenarnya hanya sedang memikirkan kekosongan, hanya untuk menyingkir dari keramaian dan bersembunyi dalam kelok-kelok pikirannya. Atau dia memang hanyalah suatu kekosongan.

Dan tiba-tiba menghilang.

Literally - menghilang.

Gone.


Lenyap menguap bersama air yang membasahi helai-helai rambutnya.

........................ aku terhenti.


Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.