Merindu Cantigi


Aku segera begegas mengikuti langkah mereka yang mengajak menyambut pagi. Menapaki ranah plawangan, berkejar-kejaran bersama kabut. Menembus dinginnya puncak yang menembus tulang.

Berdiri bersama Pangrango di belakang, merasakan sentuhan lembut sang empunya golden sunrise yang masih malu-malu menampakkan diri dari balik lipatan tebing Gede.Memang dalam setiap perjalanan selalu ada penyembuhan. Seperti mentari yang perlahan akan menghangatkan dinginnya angin Gede. Seperti kabut yang perlahan hilang bersama angin. Menampakkan dia yang bertahan kuat di balik bebatuan puncak, di antara hembusan hawa dingin dan setiap rasa yang membuncah tumpah ruah dalam naungan kubah kebiruan di atas awan.


image
Itulah kali pertama aku bertemu dan mengenalnya, Cantigi. Berdiri tegak dalam dekapan Gede-Pangrango. Menghujam di antara bebatuan plawangan. Selalu menunggu genggaman pemilik langkah-langkah di atas awan. Ikut merasakan mereka yang mencinta langit, awan, bintang, mentari dan suguhanNya hingga batas cakrawala.

Merindu kala pertama mengenalnya. Merindu Cantigi yang sering terlupakan di balik kemegahan edelweis yang selalu menawan. Merindu Cantigi di balik bebatuan plawangan. Menandai suatu puncak dari penyembuhan yang membawa pengharapan. Pengharapan suatu waktu akan berdiri melihatnya kembali dalam dekapan Gede-Pangrango. Cantigi.







Rasa Syukur

Jika untuk bisa bersyukur kita mengambil dari pendekatan "membandingkan nasib". Membandingkan nasib/kondisi kita dengan orang lain...

Powered by Blogger.